-->

Kasus Covid-19 Melonjak Drastis, Perlu Tarik Rem Darurat ?


Jakarta - Dalam 24 jam terakhir, terdapat penambahan 27.197 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Penambahan itu merupakan yang tertinggi sejak 14 Agustus 2021 yang mencapai 28.598 kasus Covid-19 dalam sehari.


Angka tersebut juga menjadi sinyal bahwa kasus penularan Covid-19 varian Omicron di Indonesia saat ini memang sangat tinggi. Di Jakarta saja, sampai Kamis (3/2/2022) sudah ada 3.027 kasus Omicron.

 

Sementara kasus aktif atau pasien positif Covid-19 di Indonesia yang masih menjalani perawatan atau isolasi hingga Kamis (3/2/2022) mencapai 115.275 orang. Jumlah kasus aktif bertambah 21.166 dari data kemarin masih 94.109 orang. Kasus suspek Covid-19 turut naik, data kemarin hanya 12.482, sekarang menjadi 18.955.


Namun, kasus Covid-19 yang melonjak drastis sampai hari ini nyatanya belum membuat pemerintah menarik rem darurat. Pemerintah sebelumnya memang telah memprediksi bahwa pada Februari-Maret 2022 akan menjadi puncak Omicron di tanah air.


Lalu, mengapa pemerintah saat ini merasa belum perlu menarik rem darurat, khususnya di Jakarta? Apa lagi yang ditunggu dan dipertimbangkan untuk setidaknya menaikkan status PPKM dari level 2 menjadi level 3?


Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Hermawan Saputra, menilai, pemerintah terlihat dilematis, karena terdapat event multinasional di tanah air, sehingga terkesan ragu untuk mengambil kebijakan tarik rem darurat.


Padahal, dia sudah mengingatkan sejak awal 2022 agar upaya pembatasan dan pengendalian ekstra sudah harus dilakukan, kendati puncak kasus Omicron sudah diprediksi pemerintah akan terjadi antara Februari-Maret 2022.


"Kalau kita tidak mampu mengontrol dan mengendalikan sekarang, itu puncak kasus akan bergeser hingga April dan Mei 2022. Dan itu berdampak pada prosesi Idul Fitri dan bahkan Ibadah Haji lagi, karena tidak ada kebijakan yang cukup kuat dalam pengendalian," jelas Hermawan


Di sisi lain, sebagian masyarakat, menurut Hermawan, tampak seakan sudah biasa dengan Covid-19 dan memilih terus menjalankan aktivitas. Jadi, kata dia, mengatur masyarakat di tingkat kejenuhan seperti sekarang cukup besar tantangannya.


Hermawan berpendapat, tidak mungkin pemerintah bisa tiba-tiba mengimbau masyarakat untuk kembali sadar dan taat protokol kesehatan tanpa ada kebijakan yang kuat dan juga sebagai complement efforts untuk pengendalian perilaku yang ada dalam aktivitas publik.


"Segera PTM (Pembelajaran Tatap Muka) 100 persen harus dihentikan, harus dievaluasi. Kemudian aktivitas mobilitas harus segera dibatasi dengan adanya volume, dengan adanya physical distancing. Dan juga berbagai aktivitas sektor layanan publik harus mulai kembali ada ketaatan protokol kesehatan. PPKM level 3 harusnya sudah berlaku hampir di semua wilayah di Pulau Jawa saat ini," paparnya.


Dia menjelaskan, penularan Covid-19 varian Omicron di Indonesia sudah masif transmision, bukan lagi local transmision. Berdasarkan laporan lapangan yang dia terima dari fasilitas kesehatan UI, sudah banyak sekali masyarakat yang terpapar Omicron secara luas. Dan sejauh ini dia tidak melihat ada kebijakan yang kuat untuk strategi penanganannya.


LihatTutupKomentar